ADSENSE
Saturday, 24 January 2015
Optimalkan LTE Dengan Format "Carrier Aggregation"
OPERATOR seluler saat ini ngotot agar pemerintah segera menyatakan spektrum frekuensi 1800 MHz menjadi teknologi netral, sehingga bisa digunakan untuk layan 4G LTE (long term evolution), sementara pemerintah ingin melakukan penataan lebih dahulu. Masalhnya menurut pemerintahm pemilikan frekuensi 1800 MHz tiap operator terpencar-pencar, mkisalnya TELKOMSEL punya 22,5 MHz yang berada di tiga blog terpisah diseling frekuensi milik operator lain, XL Axiata punya 22,5 MHz di dua blog terpisah, demikian pula Indosat yang punya 20 MHz di dua blog sehingga perlu dipersandingkan.
Penataan frekuensi-rearangemet-tidak semudah diucapkan sebab akan mengganggu layanan operator pada 70 persen pelanggannya yang kini masih berkutat di teknologi 2G lewat frekuensi 900 MHz dan 1800 Mhz. Gangguan itu bisa saja berbentuk jeda layanan atau drop call karena tidak tersedia sinyal dan yang waktu jedanya tidak bisa diprediksi. Optimalisai pada teknologi lama memang mewajibkan blok-blok tadi berdampingan, namun dengan teknologi baru, CA (carrier aggregation), terpisah di mana pun bisa saja optimal, bahkan pada spektrum yang berbeda. Tidak harus sesama 1800 MHz dengan 900 MHz atau dengan 2,1 GHz, atau sebaliknya.
Itu juga sebabnya kalangan operator meminta pemerintah untuk juga melepaskan 2,1 GHz menjadi teknologi netral. Kapasitas frekuensi yang tadinya disediakan untuk layanan generasi ketiga (3G) itu ternyata masih tersisa banyak beda dengan 900 MHz dan 1800 MHz yang dipenuhi pelanggan.Menggabungkan spektrum terbukti bisa menambah kemampuan transmisinya, seperti yang sudah dicoba banyak operator di dunia dengan menggunakan teknologi CA. Hanya dengan rentang frekuensi selebar total 35 MHz didapat hasil kecepatan sampai 259 mbps.
Sementara tanpa CA, 5 MHz di frekuensi 900 hanya menghasilkan sekitar 35 mbps, 10 MHz di 1800 hanya menghasilkan 70 mbps dan 10 Mhz di 2,1 Ghz maksimal 100 mbps memiliki kelebihan cakupannya lebih luas dibanding frekuensi tinggi, dan frekuensi tinggi 1800 MHz dan 2,1 GHz punya kelebihan kapasitas yang lebih besar. Dalam perkembangan teknologi, penggabungan frekuensi bisa menghasilkan kecepatan lebih besar dibanding hitungan matematika. Menurut Wakil Direktur Utama PT XL Axiata, Dan Siswarini, menggabungkan dua frekuensi masing-masing 5 MHz bukannya mendapat kecepatan dari frekuensi setara 10 MHz, melainkan bisa lebih tinggi 40 persen sampai 50 persenya.
Hal seperti ini, seperti diungkapkan oleh Direktur PT smartfren, Merza Fachis, menjadi alasan kenapa Esia dan Fren menggabungkan frekuensinya, 5 MHz masing-masing di rentang 800 MHz. Penggabungan itu menghasilkan kecepatan jauh lebih tinggi dibanding kalau dikerjakan sendiri-sendiri tanpa mengharuskan kedua spektrum tadi menjadi milik salah satu operator. Teknologi baru ini pula yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh keempat operator GSM, Telkomsel, XL Axiata, Indosat dan Hutchison Tri (3) untuk mengoptimalkan spektrumnya, sebab tidak semua operator bisa menggelar LTE uang butuh minimal 20 MHz. Bahkan untuk operator dengan pemilikan 20 MHz atau lebih, optimalisasi sumber daya itu bisa saja dilakukan. Bekerja sama dengan Hutichison 3 yang hanya punya 10 MHz di spektrum 1800 MHz dan 10 MHz di 2,1 Ghz. Memanfaatkan carrier aggregation ini perlu izin pemerintah, juga bila kelak muncul operator tanpa memiliki jaringan (MVNO-mobile virtual network operator) yang mengoperasikan layanan seluler dengan menyewa jaringan milik operator lain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Saturday, 24 January 2015
Optimalkan LTE Dengan Format "Carrier Aggregation"
OPERATOR seluler saat ini ngotot agar pemerintah segera menyatakan spektrum frekuensi 1800 MHz menjadi teknologi netral, sehingga bisa digunakan untuk layan 4G LTE (long term evolution), sementara pemerintah ingin melakukan penataan lebih dahulu. Masalhnya menurut pemerintahm pemilikan frekuensi 1800 MHz tiap operator terpencar-pencar, mkisalnya TELKOMSEL punya 22,5 MHz yang berada di tiga blog terpisah diseling frekuensi milik operator lain, XL Axiata punya 22,5 MHz di dua blog terpisah, demikian pula Indosat yang punya 20 MHz di dua blog sehingga perlu dipersandingkan.
Penataan frekuensi-rearangemet-tidak semudah diucapkan sebab akan mengganggu layanan operator pada 70 persen pelanggannya yang kini masih berkutat di teknologi 2G lewat frekuensi 900 MHz dan 1800 Mhz. Gangguan itu bisa saja berbentuk jeda layanan atau drop call karena tidak tersedia sinyal dan yang waktu jedanya tidak bisa diprediksi. Optimalisai pada teknologi lama memang mewajibkan blok-blok tadi berdampingan, namun dengan teknologi baru, CA (carrier aggregation), terpisah di mana pun bisa saja optimal, bahkan pada spektrum yang berbeda. Tidak harus sesama 1800 MHz dengan 900 MHz atau dengan 2,1 GHz, atau sebaliknya.
Itu juga sebabnya kalangan operator meminta pemerintah untuk juga melepaskan 2,1 GHz menjadi teknologi netral. Kapasitas frekuensi yang tadinya disediakan untuk layanan generasi ketiga (3G) itu ternyata masih tersisa banyak beda dengan 900 MHz dan 1800 MHz yang dipenuhi pelanggan.Menggabungkan spektrum terbukti bisa menambah kemampuan transmisinya, seperti yang sudah dicoba banyak operator di dunia dengan menggunakan teknologi CA. Hanya dengan rentang frekuensi selebar total 35 MHz didapat hasil kecepatan sampai 259 mbps.
Sementara tanpa CA, 5 MHz di frekuensi 900 hanya menghasilkan sekitar 35 mbps, 10 MHz di 1800 hanya menghasilkan 70 mbps dan 10 Mhz di 2,1 Ghz maksimal 100 mbps memiliki kelebihan cakupannya lebih luas dibanding frekuensi tinggi, dan frekuensi tinggi 1800 MHz dan 2,1 GHz punya kelebihan kapasitas yang lebih besar. Dalam perkembangan teknologi, penggabungan frekuensi bisa menghasilkan kecepatan lebih besar dibanding hitungan matematika. Menurut Wakil Direktur Utama PT XL Axiata, Dan Siswarini, menggabungkan dua frekuensi masing-masing 5 MHz bukannya mendapat kecepatan dari frekuensi setara 10 MHz, melainkan bisa lebih tinggi 40 persen sampai 50 persenya.
Hal seperti ini, seperti diungkapkan oleh Direktur PT smartfren, Merza Fachis, menjadi alasan kenapa Esia dan Fren menggabungkan frekuensinya, 5 MHz masing-masing di rentang 800 MHz. Penggabungan itu menghasilkan kecepatan jauh lebih tinggi dibanding kalau dikerjakan sendiri-sendiri tanpa mengharuskan kedua spektrum tadi menjadi milik salah satu operator. Teknologi baru ini pula yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh keempat operator GSM, Telkomsel, XL Axiata, Indosat dan Hutchison Tri (3) untuk mengoptimalkan spektrumnya, sebab tidak semua operator bisa menggelar LTE uang butuh minimal 20 MHz. Bahkan untuk operator dengan pemilikan 20 MHz atau lebih, optimalisasi sumber daya itu bisa saja dilakukan. Bekerja sama dengan Hutichison 3 yang hanya punya 10 MHz di spektrum 1800 MHz dan 10 MHz di 2,1 Ghz. Memanfaatkan carrier aggregation ini perlu izin pemerintah, juga bila kelak muncul operator tanpa memiliki jaringan (MVNO-mobile virtual network operator) yang mengoperasikan layanan seluler dengan menyewa jaringan milik operator lain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment