BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk
suborganisme, terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi memiliki posisi
strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari karena bermanfaat bagi industri
farmasi dan pestisida. Virologi juga menjadi perhatian pada bidang kedokteran,
kedokteran hewan, peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang
ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi. Pada pertengahan abad ke
19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk bakteri, jamur dan protozoa telah
mampu di-buktikan. Pada masa tersebut, pemakaian postulat Koch yang menyatakan
bahwa suatu penyebab penyakit harus :
·
Dapat
ditemukan pada lesi penyakit
·
Dapat
dibuat biakan murni,
·
Menimbulkan
penyakit yang sama jika diinokulasikan pada pejamunya,
·
Dapat
diisolasi kembali dari lesi eksperimental tersebut, telah secara luas diterima
ilmuwan sebagai dogma.
Pada periode tersebut, Jacob Henle mengajukan hipotesis
bahwa di dunia ini terdapat makhluk yang sangat kecil dan tidak mampu diamati
dengan mikroskop biasa serta mampu menyebabkan penyakit; tetapi karena tiadanya
bukti-bukti ilmiah yang meyakinkan, hipotesis ini banyak sekali ditentang. Pada
akhir abad ke 19, Adolf Mayer dan Dimitri Ivanofsky berhasil menginfeksi
tembakau sehat dengan filtrat tembakau sakit yang telah dilewatkan pada
saringan yang mampu menahan bakteri. Walaupun demikian mereka tidak
menyimpulkan bahwa etiologi penyakit tersebut adalah organisma yang lebih kecil
dari bakteri.
Bukti awal bahwa etiologi penyakit tersebut merupakan
organisma submikroskopik dideskripsikan oleh Martinus Bei-jerinck. Beijerinck
membuktikan bahwa infektifitas etiologi penyakit mosaik tembakau yang telah
berulang kali diencerkan akan meningkat kembali jika dipasasi pada tanaman
hidup. Bukti ini diperkuat dengan Felix D Herelle
tentang titrasi virus bakteri dengan cara esai plaque pada tahun 1917 dan
keberhasilan memvisualisasikan virion dengan mikroskop elektron pada tahun
1939.
Fase berikutnya dari perkembangan virologi adalah fase
pemahaman pada tingkat biokimiawi. Pada tahun 1947, Seymour Cohen dan kawan
melakukan penelitian tentang infeksi bakteriofaga pada sintesis DNA dan RNA.
Cohen menemukan bahwa terjadi perubahan dramatik pada inetabolisme RNA, DNA dan
protein pada sel pejamu yang terinfeksi virus. Penelitian ini menunjukkan bahwa
infeksi virus mampu menimbulkan tatanan baru dalam sintesa makromolekul oleh
set pejamu.
Pada periode yang hampir bersamaan ditemukan teknologi
pembiakan virus pada biakan sel sebagai pengganti binatang hidup dan telur
berembrio. Temuan ini memung-kinkan pengendalian variabel penelitian lebih
baik. Temuan dalam bentuk teknologi dan bahan serta ide yang dikem-bangkan
daripadanya terbukti berdampak luas, misalnya saja dalam hal pembuatan vaksin.
Jika antara tahun 1798-1949, semua vaksin dibuat dalam telur berembrio, setelah
periode tersebut banyak vaksin dibuat dalarn biakan sel dengan scaling up yang
lebih efisien dan efek samping vaksin yang lebih kecil.
Pada sisi lain, pemakaian biakan sel memungkinkan virus V
dapat dipakai sebagai pelacak untuk mengetahui berbagai fenomena biologis.
Dengan menggunakan sel yang diinfeksi oleh virus, dapat diketahui lebih jauh
bagaimana pemrosesan pascatranlasi protein, baik berupa pemecahan atau
peng-gabungan, penambahan gugus karbohidrat ataupun terjadinya fosforilasi.
Dengan kata lain, banyak pengetahuan tentang inetabolisme sel baik yang normal
maupun yang tidak normal berasal dari penelitian interaksi virus dan sel dan
dengan dasar itu pula terbuka kemungkinan untuk merekayasa fungsi sel.
1.2 RUMUSAN MASALAH
·
Apakah
pengertian virologi?
·
Bagaimanakah
struktur dan karakteristik virus?
·
Seperti
apakah ukuran virus?
·
Apakah
taksonomi virus?
·
Bagaimanakah
pengelompokan virus?
1.3 TUJUAN MASALAH
·
Untuk
memahami pengertian virologi
·
Untuk
memahami struktur dan karakteristik virus
·
Untuk
memahami ukuran virus
·
Untuk
memahami taksonomi virus
·
Untuk
memahami pengelompokan virus
1.4 MANFAAT
Menambah wawasan untuk penulis dan pembaca tentang virologi,
struktur virus, karakteristik virus, ukuran virus, taksonomi virus dan
pengelompokan virus dan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Virologi ialah cabang Microbiologi yang mempelajari makhluk
suborganisme, terutama virus. Dalam perkembangannya. Virologi memiliki posisi
strategis dalam kehidupan dan banyak dipelajari karena bermanfaat bagi industri
farmasi dan pestisida. Virologi juga menjadi perhatian pada bidang kedokteran,
kedokteran hewan, peternakan, perikanan dan pertanian karena kerugian yang
ditimbulkan virus dapat bernilai besar secara ekonomi. Pada pertengahan abad ke
19, eksistensi dunia mikroba dalam bentuk bakteri, jamur dan protozoa telah
mampu di-buktikan.
2.2 Struktur dan karakteristik Virus
Virus selalunya terdiri daripada lapisan protein sebagai
pelindung (sampul), teras protein yang menyimpan gen virus, dan gen virus itu
sendiri. Sampul yang selalunya dihasilkan daripada membran sel perumah,
melindungi genom virus dan memberikan mechanisme (the involuntary and consistent
response of an organism to a given stimulus) kepada virus tersebut.
1. Kepala
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein yang menyusun kapsid disebut kapsomer.
2. Kapsid
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.
Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat terdiri atas protein monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.
3. Isi tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim.
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu di dalam isi virus terdapat beberapa enzim.
4. Ekor
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.
Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak mempunyai ekor.
2.3 Ukuran Virus
Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya
disebut protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya,
pada virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA
membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein
dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini
diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein
yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid tersebut.
Bagian-bagian ini berfungs dalam pengikatan pada dan
pemasukan ke sel inang pada awal infeksi. Kapsid virus sferik menyelubungi
genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu berikatan dengan asam nukleat
seperti virus heliks. Struktur ini bisa bervariasi dari ukuran 20 nanometer
hingga 400 nanometer dan terdiri atas protein virus yang tersusun dalam bentuk
simetri ikosahedral.
Jumlah protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus
sferik ditentukan dengan koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai
contoh, virus hepatitis B memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk
kapsid. Seperti virus bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat
diselubungi lapisan lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung
terlibat dalam penginfeksian sel.
2.4 Taksonomi Virus
Pengklasifikasian virus yang
meliputi banyak hal yaitu mulai dari karakteristik (morfologi,
genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein, antigenic, dan sifat
biologisnya) hingga tingkatan ordo, famili, genus, dan spesies
1.
Ordo virus:
Merupakan pengelompokan famili virus yang memiliki banyak kesamaan karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran Virales. Salah satu virus yang telah diberi penamaan oleh ICTV (International Commitee on Taxonomy of Virus) adalah Mononegavirales,yang terdiri dr famili paramyxoviridae,Rhabdoviridae,dan Filoviridae
Merupakan pengelompokan famili virus yang memiliki banyak kesamaan karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran Virales. Salah satu virus yang telah diberi penamaan oleh ICTV (International Commitee on Taxonomy of Virus) adalah Mononegavirales,yang terdiri dr famili paramyxoviridae,Rhabdoviridae,dan Filoviridae
2.
Famili virus:
Merupakan pengelompokan genus virus yang memiliki byk
kesamaan karakteristik dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus
ditandai dengan akhiran Viridae. Contohnya: Picornaviridae, Togaviridae,
Poxviridae, Herpesviridae, dan Paramyxoviridae. Pada beberapa famili
(misalnya:Herpesviridae) terdapat hubungan antara individu-individunya
mempunyai 1 subfamili, yang ditandai dengan akhiran virinae. Herpesviridae
diklasifikasikan ke dalam Alphaherpesvirinae (mis: Herpes simplex virus),
Betaherpesvirinae (Cytomegalovirus), dan Gammaherpesvirinae (misal:Epstein-Barr
Virus).
3. Genus virus:
Merupakan pengelompokan spesies virus yang memiliki banyak kesamaan
karakteristik. Genus virus ditandai dengan tambahan Virus. Ditandai dengan
akhiran Virus (misal: Genus Simplex virus dan genus Varicellovirus pada
Alphaherpesvirinae).
Merupakan pengelompokan spesies virus yang memiliki banyak kesamaan
karakteristik. Genus virus ditandai dengan tambahan Virus. Ditandai dengan
akhiran Virus (misal: Genus Simplex virus dan genus Varicellovirus pada
Alphaherpesvirinae).
4. Spesies virus:
Menggambarkan suatu klaspolythetic pada virus yang merupakan
replikasi keturunan dan menempati bagian relung ekologinya.
2.5 Pengelompokkan Virus
Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dapat dikelompokkan
menjadi dua
kelompok, yaitu virus ARN (ribovirus) dan virus ADN (deoksiribovirus).
Berikut ini beberapa contoh dari kedua kelompok virus tersebut dan penyakit
yang ditimbulkannya.
kelompok, yaitu virus ARN (ribovirus) dan virus ADN (deoksiribovirus).
Berikut ini beberapa contoh dari kedua kelompok virus tersebut dan penyakit
yang ditimbulkannya.
Virus ARN Virus AND. Nama –nama penyakit
·
Virus
Orthomyxo
·
Influenza
Virus mozaik Bercak-bercak pada daun tembakau
·
Virus
rhabdo Rabies Virus herpes Herpes
·
Virus
hepatitis Hepatitis Virus pox Cacar
·
Virus
paramyxo Pes pada hewan ternak
·
Virus
papova Kutil pada manusia
·
Retrovirus
AIDS
·
Virus
picorna Polio
·
Virus
toga Demam kuning dan ensefalitis
·
Virus
arena Meningitis
Selain berdasarkan asam nukleatnya, virus dapat
dikelompokkan berdasarkan bagianbagian tubuh yang diserangnya, antara lain:
Bagian tubuh yang diserang Penyakit yang ditimbulkan Saluran pernapasan Pilek,
influenza, dan batuk. Kulit Kutil, cacar, dan campak. Organ dalam Hepatitis,
kanker, dan AIDS. Saraf pusat Rabies dan polio. Umumnya virus hanya menyerang
dan berkembang pada sel yang spesifik. Misalnya virus mozaik tembakau hanya
menyerang tumbuhan, virus rabies hanya menyerang mamalia, bakteriofage hanya
menyerang bakteri. Untuk mendapatkan gambaran tentang siklus hidup bakteriofag,
perlu ditinjau tingkatan-tingkatan yang terjadi pada waktu phage menyerang
bakteri:
1.
Pada permulaannya phage melekat dengan bagian ekornya pada bagian tertentu dari
sel (fase adsorpsi phage pada sel) .
2. DNA
phage dimasukkan ke dalam sel melalui tubus ekornya, DNA phage merusak DNA
bakteri sehingga proses di dalam sel dikendalikan oleh DNA phage, kemudian akan
terbentuk protein (selubung) phage dan DNA phage yang baru (faseperkembangan
phage).
3.
Yang terakhir ialah keluarnya partikel-partikel virus (bekteriophage) dari sel.
Sel Bakteri mengalami lisis (bakteriolisis/ fase pembebasan phage). Ada pula
yang sifatnya lebih spesifik seperti virus hepatitis hanya menyerang sel-sel
hati, virus influenza menyerang saluran pernapasan atas, virus HIV hanya menyerang sel darah putih.
hati, virus influenza menyerang saluran pernapasan atas, virus HIV hanya menyerang sel darah putih.
2.6 Reproduksi Virus
Reproduksi virus secera general terbagi menjadi 2 yaitu
litik dan lisogenik proses-proses pada siklus litik: pertama, virus akan
mengdakan adsorpsi atau attachment yang ditandai dengan menmpelnya virus pada
dinding sel, kemudian pada virus tertentu (bakteriofage), melakukan penetrasi
yaitu dengan cara melubangi membran sel dengan menggunakan enzim, setelah itu
virus akan memulai mereplikasi materi genetik dan selubung protein, kemudian
virus akan memanfaatkan organel-organel sel, kemudian sel mengalami lisis
Proses-proses pada siklus lisogenik: Reduksi dari siklus litik ke profage(
dimana materi genetiak virus dan sel inang bergabung), bakteri mengalami
pembelan binner, dan profage keluar dari kromosom bakteri. Siklus litik: Waktu
relative singkat Menonaktifkan bakteri Berproduksi dengna bebas tanpa terikat
pada kromosom bakteri siklus lisogenik Waktu
relatif lama Mengkominasi materi genetic bakteri dengn virus Terikat pada
kromosom bakteri.
1. Daur litik (litic cycle)
a.
Fase Adsorbsi (fase penempelan)
Ditandai dengan melekatnya ekor
virus pada sel bakteri. Setelah
menempel virus mengeluarkan enzim lisoenzim (enzim penghancur)
sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk memasukkan asam
inti virus.
menempel virus mengeluarkan enzim lisoenzim (enzim penghancur)
sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk memasukkan asam
inti virus.
b.
Fase Injeksi (memasukkan asam inti)
Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan memasukkan
asam inti (DNA) ke dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid virus tetap berada
di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.
Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan memasukkan
asam inti (DNA) ke dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid virus tetap berada
di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.
c.
Fase Sintesis (pembentukan)
DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi bagian bagian virus, sehingga terbentuklah bagian-bagian virus. Di dalam sel
bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan protein yang dijadikan
sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.
DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi bagian bagian virus, sehingga terbentuklah bagian-bagian virus. Di dalam sel
bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan protein yang dijadikan
sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.
d.
Fase Asemblin (perakitan)
Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit
menjadi virus sempurna. Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200
buah dalam satu daur litik.
Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit
menjadi virus sempurna. Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200
buah dalam satu daur litik.
e.
Fase Litik (pemecahan sel inang)
Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel
bakteri dengan enzim lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang baru.
Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel
bakteri dengan enzim lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang baru.
2. Daur lisogenik (lisogenic
cycle)
a.
Fase Penggabungan
Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA bakteri,
kemudian DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri yang
terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA bakteri terkandung
materi genetik virus.
Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA bakteri,
kemudian DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri yang
terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA bakteri terkandung
materi genetik virus.
b.
Fase Pembelahan
Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian DNA
bakteri mereplikasi untuk melakukan pembelahan.
Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian DNA
bakteri mereplikasi untuk melakukan pembelahan.
c.
Fase Sintesis
DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian virus
DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian virus
d.
Fase Perakitan
Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA masuk
ke dalam akan membentuk virus baru
Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA masuk
ke dalam akan membentuk virus baru
e.
Fase Litik
Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang terlepas dari inang akan mencari inang baru
Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang terlepas dari inang akan mencari inang baru
2.7 Kultur sel dan Pertumbuhan Virus
1. Metode Kultur Sel
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan
sel yang terinfeksi virus secara invitro. Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung gelas atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang luas. Tekhnik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C) dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling berikatan satu dengan lainnya.
Virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan
sel yang terinfeksi virus secara invitro. Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung gelas atau flask (labu plastik) dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam bejana yang luas. Tekhnik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (biasanya 370C) dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada permukaan dan mulai bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling berikatan satu dengan lainnya.
Setelah beberapa hari medium yang digunakan untuk
pertumbuhan dan metabolisme sel akan habis, dan jika tidak diganti maka sel
akan mengalami kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi perlakuan dengan
tripsin dan atau larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal. Sel ini
kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer digunakan untuk
menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi virus dengan inang. Selain
untuk menumbuhkan sel monolayer, beberapa tipe sel juga dapat ditumbuhkan di
dalam larutan dimana sel tersebut tidak menempel pada permukaan flask dan tidak
menempel satu dengan lainnya, misalnya sel hibridoma yang mengsekresikan antibodi
monoklonal.
2.
Media dan Buffer
Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media
kimiawi, tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung stimulan yang
penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum dengan tambahan stimulan
tertentu digunakan untuk beberapa tujuan. Media mengandung larutan garam
isotonis, asam amino, vitamin, dan glukosa, sontohnya Eagles Minimal Esential
Medium (MEM) yang diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain mengandung serum,
MEM juga diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin dan streptomycin)
untuk membantu mencegah kontaminasi bakteri. Umumnya pertumbuhan sel yang baik
terjadi pada pH 7,0-7,4. Media juga ditambah fenol red sebagai indikator pH
yang akan berwarna merah pada pH 7,4, orange pH 7,0, dan kuning pH 6,5,
kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu pH 7,8. Media tumbuh juga membutuhkan penyangga
di antara dua kondisi, yaitu:
a. Penggunaan flask terbuka menyebabkan masuknya O2 dan
meningkatnya pH.
b. Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya
CO2 dan asam
laktat menyebabkan turunnya pH. Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan memberikan buffer ke dalam media dan ke dalam inkubator dialirkan CO2 dari luar. Buffer yang biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke dalam media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent yang digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi dengan autoclave (uap panas), hot-air oven (panas kering), membrane filtration, atau diirradiasi untuk peralatan plastik.
laktat menyebabkan turunnya pH. Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan memberikan buffer ke dalam media dan ke dalam inkubator dialirkan CO2 dari luar. Buffer yang biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke dalam media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent yang digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi dengan autoclave (uap panas), hot-air oven (panas kering), membrane filtration, atau diirradiasi untuk peralatan plastik.
3. Pertumbuhan Virus di dalam
Kultur Kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan menumbuhkan virus
di dalam suatu kultur, mekipun saat ini banyak penelitian yang dilakukan
seluruhnya bersandarkan pada gen yang dikloning dan protein yang diekspresikan
di luar kultur sel. Virus yang dapat tumbuh di dalam kultur dapat dipelajari
lebih detail. Ketidakmampuan untuk tumbuh secara in vitro sangat membatasi
kemajuan penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan pengembangan
obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C. Virus ditumbuhkan di dalam
kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah diremajakan
disimpan pada suhu -700C dan disebut sebagai master-stock, sub master stock,
dst., tergantung pada jumlah peremajaannya. Virus stock ditumbuhkan dengan
menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah,
kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel dan mengalami
beberapa kali replikasi di dalam kultur sel. Setelah beberapa hari, virus
dipanen dan media ekstraseluler di sekitar kultur sel atau dari sel itu sendiri
yang telah lisis karena pembekuan dan pencarian (freezing and thawing) atau
dilisis menggunakan cawan ultrasonik. Virus kemudian dihitung dengan
infectivity assay.
Jika diperlukan virus dengan jumlah yang
banyak, misalnya pada pemurnian virus. Kultur sel diinfeksi dengan m.o.i yang
tinggi, seperti 10 unit infeksi per sel. Hal ini menjamin bahwa semua selakan
terinfeksi secara bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera
dipanen pada akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus
dengan kisaran 10-10.000 partikel virus per sel.
4. Penggunaan Telur berembrio
Untuk beberapa virus, kultur sel bukan merupakan pilihan
tepat untukmenumbuhkan virussehingga digunakanlah fertilized embrio ayam.Fertilized
embrio memilikiberbagaimembran dan rongga yang dapatmendukung pertumbuhan
virus. Aliquot kecil dan virus diinokulasikan kedalam rongga allantoic telur.
Virus kemudian menempel dan bereplikasi didalam rongga yang dihasilkan dan sel
epitel. Virus kemudian menempel
dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel epitel. Virusdilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan selama sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan cara sama seperti ini.
dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel epitel. Virusdilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan selama sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan cara sama seperti ini.
Berbagai contoh virus yang dapat ditumbuhkan secara kultur
dan atau melalui embrio, antara lain:
a.Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam
kultur dan pada membran chorio-allantoic.
b.Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur
sel manusia (jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan pada sel ginjal kera.
c. Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspense
dari limfoblas manusia.
d.Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung
korioalantois telur berembrio.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dunia mikroba adalah dunia organisma yang sangat kecil,
sehingga tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Walupun sudah agak lama
dikenal, namun dunia mikroba baru mulai terbuka secara luas sejak manusia
menemukan sebuah alat yang disebut mikroskop, hasil temuan Anthony van
Leeuwenhoek (1632-1723). Mikroskop tersebut sangat sederhana, hanya memiliki
satu lensa, dan mencapai pembesaran kurang dari 200 kali.
Tetapidengan mikroskop sederhana tersebut misteri tentang bentuk
mikroba yang sebelumnya masih merupakan
rahasia besar mulai terungkap.
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri danorganisme lain yang tidak berinti sel).
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat
(DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan
pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi
ketiganya. Genom virus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan
genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, F Geo dkk, 2005.
Microbiologi kedokteran Jakarta : Salemba Medika
Pelczar, J Michael. 1988. Dasar
Dasar MikrobiologiJakarta ; UI Press
Wikipedia, 2008. Virus.
http://id.wikipedia.org/wiki/Virus (Diakses pada tanggal 10 November 2012).
http://rahma02.wordpress.com/2007/10/31/virologi/
(Diakses pada tanggal 10
November 2012).
November 2012).
Sumarsih, 2007. Buku Ajar
Mikrobiologi.
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2007/12/buku-ajar-mikrobiologi.pdf
No comments:
Post a Comment