Tahun ini akan genap 10 tahun Google mengakuisisi Android. Tepatnya 17 Agustus, selama satu dekade milyaran perangkat Android tersebar diseluruh dunia. Pada tahun silam saja sebanyak 1,9 milyaran gawal bercap Robot Ijo dikirimkan ke seluruh dunia.
Pertanyaan kemudian; setelah menguasai lebih dari 75 persen pasar smartphone dunia, lantas mau ngapain?
Dalam sejarah industri telephone genggam tidak pernah ada brand atau OS owner yang sanggup menguasai tiga seperempat market share. Nokia saja, dulu rata-rata goyang di angka 30-40 persen. Membiarkan saja pertumbuhan dengan sedikit dinamika pengembangan sebenarnya bisa saja dilakukan Google. Toh, revenue dari sektor web juga terus mengalami peningkatan. Tahun lalu, sampai kuartal 3 perusahaan ini sudah meraup sekitar 34 milyar dolar.
Ibaratnya, Google sudah terlampau kaya. Untuk hidup selama 20 tahun lagi dengan cara-cara dinamis macam sekarang saja sudah cukup. Apalagi jika proyekk google Ballon Internet nantinya sanggup menembus belahan tak terjangkau internet di seluruh Dunia. Bumi seolah dalam genggaman Google. Dan itu berarti revenue baru di raih.
Adakah celah lain untuk Android?
Bagi Sundar Pichai, VIP senior Google yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan Android, ada!
Dimana?
Negara berkembang.
Tepatnya?
India, Nepal, Indonesia, Filipina, Srilanka, dan berbagai negara kawasan Asia Selatan.
Indonesia menyajikan data yang bikin Pichai tergiur, Persentase pengguna samrtphone ternyata belum lebih dari 50 persen. Maka sisanya tentulah pemilik feature phone. Namun, secara statistik kepemilikan smartphone terus meningkat. Dan di situlah kejelian dimainkan menjadi terobosan.
Proyek Android One laku digagas sebagain rencana besar untuk memproduksi lebih banyak samrphone bagi pemilik pemula. Mereka yang berimigrasi dari features phone ke smartphone dibidik. Tetapi tidak dilakukan seperti cara membuat konsorsium beranggotakan pemain bisnis kelas dunia macam waktu Android dikemas.
Siapapun brand lokal negara-negara target setiap memproduksi, mereka boleh bikin perangkat Android One. India jadi proyek uji coba tahun silam. Tiga brand lokal (Micromax, Karbonn dan spice) sudah memproduksi dan menjual, Brand-brand ini jelas kalah pamor oleh brand global. Bersaing di level global pasti mustahil. Bahkan proyek Google Nexus hanya dikabarkan kepada pemilik merk kelas dunia.
Karena itulah Android One mengakomodir. Produk yang telah dirilis sesungguhnya bukan kelas kacangan. Bahkan Google juga membuka peluang pada produk-produk lokal ini setara dengan Nexus, seperti up date OS misalnya. Bisa ditebak Andoid One bak mengasuh brand lokal biar tumbuh di Negaranya sendiri.
Jangka waktu Janto Djoko, bos Evercoss bilang siap memanufaktur perangkat Android One, pertanda bahwa Indonesia bakal seperti India.
Lalu, kenapa Tiongkok tak dirilis Google?
Negara ini punya cerita sendiri, Industri dan brand lokalnya sudah tumbuh lebih kuat dan cepat setara produk global. Google tak perlu kasih iming-iming, toh Xiaomi, OnePlus, ZTE, Huawei, Lenovo sudah hebat dengan Androidnya.
Sementara mediaTek bisa jadi akan merajai faktor chipset. Selain sudah teken join dengan Google, mereka pun lebih berani kasih harga miring kepada pabrikan lokal.
ADSENSE
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Wednesday, 21 January 2015
Android One Genap 10 Tahun DIakuisisi Google
Tahun ini akan genap 10 tahun Google mengakuisisi Android. Tepatnya 17 Agustus, selama satu dekade milyaran perangkat Android tersebar diseluruh dunia. Pada tahun silam saja sebanyak 1,9 milyaran gawal bercap Robot Ijo dikirimkan ke seluruh dunia.
Pertanyaan kemudian; setelah menguasai lebih dari 75 persen pasar smartphone dunia, lantas mau ngapain?
Dalam sejarah industri telephone genggam tidak pernah ada brand atau OS owner yang sanggup menguasai tiga seperempat market share. Nokia saja, dulu rata-rata goyang di angka 30-40 persen. Membiarkan saja pertumbuhan dengan sedikit dinamika pengembangan sebenarnya bisa saja dilakukan Google. Toh, revenue dari sektor web juga terus mengalami peningkatan. Tahun lalu, sampai kuartal 3 perusahaan ini sudah meraup sekitar 34 milyar dolar.
Ibaratnya, Google sudah terlampau kaya. Untuk hidup selama 20 tahun lagi dengan cara-cara dinamis macam sekarang saja sudah cukup. Apalagi jika proyekk google Ballon Internet nantinya sanggup menembus belahan tak terjangkau internet di seluruh Dunia. Bumi seolah dalam genggaman Google. Dan itu berarti revenue baru di raih.
Adakah celah lain untuk Android?
Bagi Sundar Pichai, VIP senior Google yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan Android, ada!
Dimana?
Negara berkembang.
Tepatnya?
India, Nepal, Indonesia, Filipina, Srilanka, dan berbagai negara kawasan Asia Selatan.
Indonesia menyajikan data yang bikin Pichai tergiur, Persentase pengguna samrtphone ternyata belum lebih dari 50 persen. Maka sisanya tentulah pemilik feature phone. Namun, secara statistik kepemilikan smartphone terus meningkat. Dan di situlah kejelian dimainkan menjadi terobosan.
Proyek Android One laku digagas sebagain rencana besar untuk memproduksi lebih banyak samrphone bagi pemilik pemula. Mereka yang berimigrasi dari features phone ke smartphone dibidik. Tetapi tidak dilakukan seperti cara membuat konsorsium beranggotakan pemain bisnis kelas dunia macam waktu Android dikemas.
Siapapun brand lokal negara-negara target setiap memproduksi, mereka boleh bikin perangkat Android One. India jadi proyek uji coba tahun silam. Tiga brand lokal (Micromax, Karbonn dan spice) sudah memproduksi dan menjual, Brand-brand ini jelas kalah pamor oleh brand global. Bersaing di level global pasti mustahil. Bahkan proyek Google Nexus hanya dikabarkan kepada pemilik merk kelas dunia.
Karena itulah Android One mengakomodir. Produk yang telah dirilis sesungguhnya bukan kelas kacangan. Bahkan Google juga membuka peluang pada produk-produk lokal ini setara dengan Nexus, seperti up date OS misalnya. Bisa ditebak Andoid One bak mengasuh brand lokal biar tumbuh di Negaranya sendiri.
Jangka waktu Janto Djoko, bos Evercoss bilang siap memanufaktur perangkat Android One, pertanda bahwa Indonesia bakal seperti India.
Lalu, kenapa Tiongkok tak dirilis Google?
Negara ini punya cerita sendiri, Industri dan brand lokalnya sudah tumbuh lebih kuat dan cepat setara produk global. Google tak perlu kasih iming-iming, toh Xiaomi, OnePlus, ZTE, Huawei, Lenovo sudah hebat dengan Androidnya.
Sementara mediaTek bisa jadi akan merajai faktor chipset. Selain sudah teken join dengan Google, mereka pun lebih berani kasih harga miring kepada pabrikan lokal.
Pertanyaan kemudian; setelah menguasai lebih dari 75 persen pasar smartphone dunia, lantas mau ngapain?
Dalam sejarah industri telephone genggam tidak pernah ada brand atau OS owner yang sanggup menguasai tiga seperempat market share. Nokia saja, dulu rata-rata goyang di angka 30-40 persen. Membiarkan saja pertumbuhan dengan sedikit dinamika pengembangan sebenarnya bisa saja dilakukan Google. Toh, revenue dari sektor web juga terus mengalami peningkatan. Tahun lalu, sampai kuartal 3 perusahaan ini sudah meraup sekitar 34 milyar dolar.
Ibaratnya, Google sudah terlampau kaya. Untuk hidup selama 20 tahun lagi dengan cara-cara dinamis macam sekarang saja sudah cukup. Apalagi jika proyekk google Ballon Internet nantinya sanggup menembus belahan tak terjangkau internet di seluruh Dunia. Bumi seolah dalam genggaman Google. Dan itu berarti revenue baru di raih.
Adakah celah lain untuk Android?
Bagi Sundar Pichai, VIP senior Google yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan Android, ada!
Dimana?
Negara berkembang.
Tepatnya?
India, Nepal, Indonesia, Filipina, Srilanka, dan berbagai negara kawasan Asia Selatan.
Indonesia menyajikan data yang bikin Pichai tergiur, Persentase pengguna samrtphone ternyata belum lebih dari 50 persen. Maka sisanya tentulah pemilik feature phone. Namun, secara statistik kepemilikan smartphone terus meningkat. Dan di situlah kejelian dimainkan menjadi terobosan.
Proyek Android One laku digagas sebagain rencana besar untuk memproduksi lebih banyak samrphone bagi pemilik pemula. Mereka yang berimigrasi dari features phone ke smartphone dibidik. Tetapi tidak dilakukan seperti cara membuat konsorsium beranggotakan pemain bisnis kelas dunia macam waktu Android dikemas.
Siapapun brand lokal negara-negara target setiap memproduksi, mereka boleh bikin perangkat Android One. India jadi proyek uji coba tahun silam. Tiga brand lokal (Micromax, Karbonn dan spice) sudah memproduksi dan menjual, Brand-brand ini jelas kalah pamor oleh brand global. Bersaing di level global pasti mustahil. Bahkan proyek Google Nexus hanya dikabarkan kepada pemilik merk kelas dunia.
Karena itulah Android One mengakomodir. Produk yang telah dirilis sesungguhnya bukan kelas kacangan. Bahkan Google juga membuka peluang pada produk-produk lokal ini setara dengan Nexus, seperti up date OS misalnya. Bisa ditebak Andoid One bak mengasuh brand lokal biar tumbuh di Negaranya sendiri.
Jangka waktu Janto Djoko, bos Evercoss bilang siap memanufaktur perangkat Android One, pertanda bahwa Indonesia bakal seperti India.
Lalu, kenapa Tiongkok tak dirilis Google?
Negara ini punya cerita sendiri, Industri dan brand lokalnya sudah tumbuh lebih kuat dan cepat setara produk global. Google tak perlu kasih iming-iming, toh Xiaomi, OnePlus, ZTE, Huawei, Lenovo sudah hebat dengan Androidnya.
Sementara mediaTek bisa jadi akan merajai faktor chipset. Selain sudah teken join dengan Google, mereka pun lebih berani kasih harga miring kepada pabrikan lokal.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment